ASALAMUALAIKUM DAN SALAM MESRA KEPADA SEMUA PELAWAT BLOG BUGISBUKANPATI.BLOGSPOT.COM.BLOG INI BUKAN BLOG POLITIK ATAU BLOG UNTUK MEMECAH BELAHKAN MASYARAKAT DISABAH.KEWUJUDAN BLOG INI SEKADAR INGIN MEMBERI PENJELASAN KEPADA UMUM,BAHAWA SUKU KAUM BUGIS YANG ADA DISABAH DAN MEMILIKI PENGENALAN DIRI YANG SAH TIDAK BOLEH DICOP ATAU DILABEL SEBAGAI PENDATANG TANPA IZIN ATAU SINGKATANNYA PATI DAN BLOG INI TIDAK BERMAKSUD UNTUK MENENTANG MANA-MANA ORGANISASI YANG ADA DISABAH.SEKIRANYA ADA ARTIKEL SAYA YANG TERLALU KASAR PENGGUNAAN AYATNYA.PEMBACA BOLEH BERIKAN KOMEN ATAU PENDAPAT YANG BERNAS DIKOTAK CBOX YANG TELAH DISEDIAKAN DIBLOG INI DAN SAYA AKAN MEMADAMKAN ARTIKEL TERSEBUT DARI BLOG INI DENGAN SERTA MERTA.







Bendera Malaysia dikenali sebagai Jalur Gemilang, mengandungi 14 jalur merah dan putih (melintang) yang sama lebar bermula dengan jalur merah di sebelah atas dan berakhir dengan jalur putih di sebelah bawah, tanda keanggotaan yang sama dalam persekutuan 13 buah negeri dan 1 kerajaan persekutuan - Johor, Kedah, Kelantan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perak, Perlis, Sabah,Sarawak, Selangor dan Terengganu dan Kerajaan Persekutuan.


Bahagian yang berwarna biru tua di atas sebelah kiri membawa ke bawah hingga atas jalur merah yang kelima itu maknanya perpaduan rakyat Malaysia. Bahagian biru tua itu mengandungi anak bulan tanda Agama Islam - agama bagi Persekutuan (Malaysia).


Bintang pecah 14 itu tanda perpaduan 13 buah negeri dan Kerajaan Persekutuan. Warna kuning pada anak bulan dan bintang itu ialah warna Diraja bagi Duli-duli Yang Maha Mulia Raja-raja.


Sumber:http://ms.wikipedia.org/wiki/Bendera_Malaysia



Asal Usul Raja Bugis

>> Sabtu, 3 April 2010

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Asal Usul Raja Bugis

Dipercaya bahwa asal-usul raja-raja di Sulawesi Selatan berasal dari To Manurung(orang bunian) manusia yang berasal dari langit, turun ke bumi. To Manurung ini membawa segala kebesaran, kehormatan, dan kesaktiannya. Menurut riwayat kuno, daratan Sulawesi mengalami 3 kali kedatangan To Manurung. Siapa saja mereka?

PERISTIWA ‘pendaratan’ pertama:
dipercaya bahwa yang mula-mula menjejakkan kakinya di daratan Sulawesi ialah “Tamboro Langi”. Lelaki perkasa ini berdiri di puncak gunung Latimojong. Ketika itu, daratan Sulawesi masih tergenang air, hanya puncak gunung Lompobattang yang mencuat di sebelah selatan, dan puncak gunung Latimojong di tengah-tengah.

Tamboro Langi lalu memproklamirkan diri sebagai utusan dari langit untuk memimpin manusia. Dengan kata lain, dia mengangkat dirinya sebagai raja dan rakyat harus tunduk padanya.
Tamboro Langi kawin dengan Tande Bilik, yaitu seorang dewi yang muncul dari busa air sungai Saddang. Puteranya yang sulung bernama Sandaboro, beranakkan La Kipadada. La Kipadada inilah yang membangun 3 buah kerajaan besar, yakni: di Rongkong asal mulanya kerajaan Toraja, di Luwu asal mulanya kerajan Bugis, dan di Gowa asal mulanya kerajaan Makassar.
Laksana garis nasib setiap peradaban, setelah keturunannya mengalami masa kejayaan, kerajaan-kerajaan tersebut mengalami kemunduran yang berakibat kekacauan.

Untuk mengatasi kekacauan ini, ‘pendaratan’ kedua terjadi. Kali ini yang diutus masih seorang laki-laki bernama Batara Guru. Batara Guru kawin dengan We Nyilitimo, puteri dari Pertiwi (Bumi bawah) dan memperoleh putera yang diberi nama Batara Lattu. Batara Lattu kawin dengan We Opu Sengngeng, puteri dari Masyrik. Dari perkawinan mereka ini maka lahirlah puteranya yang bernama Sawerigading.

Sawerigading membentuk sebuah kerajaan besar (negara) yaitu kerajan Luwu di Palopo, yang di bawahnya terdiri dari kerajaan-kerajaan yang masing-masing merdeka dan berdaulat, seperti: Kerajaan Toraja, Palu, Ternate, Bone, Gowa, dll.

Kejayaan masa Sawerigading menemui pula kemunduran dan berakhir vakum; tujuh turunan lamanya tak ada raja si Sulawesi Selatan yang memerintah, sehingga yang memegang pemerintahan hanya penduduk isi dunia yang asli.

‘Pendaratan’ ketiga pun akhirnya tiba. Namun pendaratan kali ini terdapat beberapa orang To Manurung sekaligus pada beberapa tempat di tanah yang berbeda-beda, seperti di Toraja, Luwu, Bugis, dan Makassar, yang menjadi pokok asal raja-raja yang memangku kerajaan hingga saat ini.

To Manurung di Luwu bernama Sempurusiang, kawin dengan Pattiajala, puteri yang muncul dari air. To manurung di Bone bernama Matasilompoe, kawin dengan To Manurung perempuan di Toro. To Manurung di Gowa adalah seorang perempuan, kawin dengan Karaeng Bayo dari Pertiwi. To Manurung di Bacukiki memperistrikan To Manurung di Lawaramparang, dan turunannya menjadi raja di tanah-tanah sebelah barat danau Tempe (Ajatapparang) dan di sepanjang lereng gunung (Massinrinpulu).

Lalu, bagaimana corak pemerintahan mereka? Era Tamboro Langi’ adalah era pemerintahan yang absolute monarchi, yaitu kehendak raja saja yang jadi; rakyat cuma tahu tunduk dan menerima titah raja. Sementara pada peristiwa To manurung ketiga, corak pemerintahannya sudah agak demokrasi mesti diakui belum sempurna.

Peribahasa Bugis menyebutkan: “Makkeda tenribali, mette tenrisumpalang.” Artinya: “Berkata tak dapat dilawan, menyahut tak dapat disalahkan”. Gambaran akan sifat Absolute monarchie; apa yang dikatakan raja, itulah yang benar.

Namun sedikit berbeda ketika kejadian To Manurung di Gowa. Ketika To manurung menjejakkan kakinya di Tamalate, Patcallaya atas nama rakyat Gowa datang ke hadapan To Manurung, dan berkata: “Ana’mang, bainemang, iapa nakulle nipela, punna buttaya angkaeroki.” Artinya: Anak kami, istri kami, hanya dapat disingkirkan kalau tanah (rakyat) yang menghendaki.

Nampak di sini sifat-sifat demokrasi yang mulai berkembang ketika itu, bahwa seorang raja tidak bisa berbuat semaunya saja tanpa persetujuan adat. Hal ini dikuatkan oleh bukti ketika Tepu Karaeng Daeng Tarabung, Karaeng Bontolangkasa, raja Gowa ke XIII (1590-1593) diterjang gelombang pemberontakan oleh rakyatnya sendiri, lantaran memerintah secara zalim. Beliau ‘diusir’ dari kerajaannya pada tahun 1593.

Sumber: Majalah Makassar Terkini

SUMBER ARTIKEL SAYA COPY DARI: http://www.rappang.com

Read more...

Arung Palakka, Putra Terbaik Tanah Bugis



Arung Palakka (lahir di lamatta, mario-ri wawo, soppeng , 15 september 1634 wafat di bontoala 6 april 1696 dalam usia 61 tahun) adalah sultan bone dari tahun 1972-1696. Saat masih jadi pangeran, ia memimpin kerajaannya dalam meraih kemerdekaan dari kesultanan gowa pada tahun 1660-an. Ia bekerjasama dengan belanda dalam merebut kotamakassar.Palakka membawa suku bugis menjadi kekuatan maritim besar dan mendominasi kawasan tersebut selama hampir seabad. Arung Palakka bergelar “La Tan-ri tatta To urong To-ri SompaE Petta MalampE’E Gemme’na Daeng Serang To’ Appatunru Paduka Sri Sultan Sa’admuddin, [MatinroE-ri Bontoawala], Arung Bone.



BIOGRAFI


Lahir di lamatta, Mario ri Wawo, Soppeng, Tanggal 15 september 1634, anak dari Lapottobunna, Arung Tanah Tengnga dengan istrinya, We Tan-ri Suwi, Datu Mario-ri Wawo, anak dari La tan-ri Ruwa Paduka sri sultan adam, arumpone bone. Arung Palakka meninggal di bontoala, kerajaan gowa (sekarang kabupaten Gowa) pada tanggal 6 april 1969 di makamkan di bontobiraeng.



PERNIKAHAN

-Menikah pertama dengan Arung Kaju (bercerai)
-Menikah ke dua kalinya dengan sira Daeng Talele karaeng ballajawa pada 16 maret 1668 (bercarai pada 26 januari 1671), (lahir pada 10 september 1634, meninggal 11 februari 1721), sebelumya istri dari karaeng bontomaronu, dan karaeng karunrung’ Abdul hamid, mantan tuma bicara-butta gowa, anak perempuan dari I-MALLEWAI Daeng Manasa karaeng mataoya, karaeng cendrana dan kadang sebagai Tumalailng gowa, oleh istrinya, daeng mangeppe, anak dari I-mallingkaang daeng mannyon-ri karaeng matoaya sultan abdullah awwal al-islam, karaeng tallo.

-Menikah ketiga kalinya di soppeng, 20 juli 1673 dengan We tan-ri pau adda sange datu ri watu [matinroe_ri madello] datu soppeng, sebelumnya istri dari la suni, adatuwang sidendreng, dan anak perempuan dari La tan-ri bali beowe II, datu ri soppeng.

-Menikah ke empat kalinya pada 14 september 1684, dengan Daeng marannu, karaeng laikang (meninggal pada 6 mei 1720), sebelumnya istri dari karaeng bontomanopo muhammad, dan anak dari pekampi daeng mangempa karaeng bontomanonu, gowa.



ARUMPONE BONE


Menggantikan ibunya sebagai datu Mario_ri Wawo ke 15. Mendapatkan gelar arung palakka sebagai hadiah membebaskan rakyatnya dari penjajahan makassar. Di akui oleh belanda sebagai arung pattiru, palette, dan palakka di bone dan dautu mario-ri wawo di soppeng, bantaeng, dan bontoala, 1670.





Prinsip Orang Bugis

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Prinsip Orang Bugis

  • 1. Keturunan yang diajarkan bagaimana mempertahankan kehormatan keluarga.
  • 2. Keturunan yang dibesarkan dengan memandang perempuan sebagai simbol kehormatan keluarga.
  • 3. Keturunan yang diajarkan untuk menjaga martabat orang lain dan dirinya sendiri.
  • 4. Keturunan yang diajarkan untuk tidak tunduk kepada orang lain.
  • 5. Keturunan yang ingin bebas merdeka berjuang dan berusaha untuk bertahan hidup.
  • 6. Keturunan yang berabad abad mentalnya telah dibentuk dan ditempa dengan keras oleh gelombang
  • 7. Keturunan yang diajarkan berani menghadapi masalah dan tidak lari dari kenyataan hidup.dan
  • 8. Keturunan yang berani berbicara hanya jika ada BUKTI.

(SALAMA TOPADA SALAMA)

SUMBER: http://www.rappang.com/2009/11/prinsip-orang-bugis.html


keterangan

SILA KLIK "DISINI" UNTUK PENJELASAN TENTANG BLOG SAYA

Hidup memerlukan pengorbanan,
Pengorbanan memerlukan perjuangan,
Perjuangan memerlukan kekuatan,
Kekuatan memerlukan keyakinan,
Keyakinan menentukan kejayaan,
Kejayaan membawa kebahagiaan...
Hidup tanpa cita-cita adalah mati
Cita-cita tanpa usaha adalah mimpi






SENARAI BLOG SAYA

Satisfaction.com Free Comment Codes Satisfaction.com Free Comment Codes

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP